Pusat Kajian Sriwijaya UPGRIP Telusuri Jejak Pendiri Palembang di Ogan Ilir

Palembang – Humas UPGRIP

Pusat Kajian Sriwijaya Universitas PGRI Palembang (UPGRIP) terus melakukan berbagai upaya dalam menelusuri berbagai jejak para pendahulu. Kali ini, Pusat Kajian Sriwijaya UPGRIP menelusuri jejak pendiri Palembang di Ogan Ilir yang dipimpin oleh Dr. Muhamad Idris, M.Pd.

Menurutnya, Palembang dan Sriwijaya memiliki hubungan yang erat di kota Palembang tepatnya di sungai Tatang pertama kali informasi kedatuan Sriwijaya ditemukan. Palembang sempat menjadi pusat kedatuan Sriwijaya pada abad 7-9 Masehi, sebelum kekuasaan dinasti Syailendra wamsa dipindahkan ke Jawa Tengah.

Palembang sempat meredup sebagai pusat politik pada abad 13-15 Masehi. Ekspedisi militer asing berturut-turut memporak porandakan Palembang: ekspedisi kerajaan Cola dari India, ekspedisi Pamalayu dari kerajaan Singahsari, ekspedisi Majapahit dibawah pangeran Adityawarman. Selanjutnya Palembang dibawah bayang-bayang kekuasaan Demak, Pajang dan Mataram. Palembang perlahan bersinar mulai pertengahan abad 16 sampai awal abad 19 Masehi.

Sebuah jaringan benang merah sejarah berupaya ditelusuri oleh Pusat Kajian Sriwijaya Universitas PGRI Palembang (UPGRIP) dengan menemukan hubungan antara Palembang kuno dengan kekuasaan Palembang Islam.

“Kegiatan ini kita lakukan dengan mahasiswa yang tertarik dengan sejarah dari berbagai program studi sejarah dan Fisika yakni Richard Saputra, Ridwan, Arghanie Abdul Faqih, Muhamad Jimmy Pratama dan Rizki Wahyudi,” ujarnya.

Lanjutnya, Studi lapangan dilakukan di makam keluarga Aryo Penangsang penguasa Jipang Panola. Makam yang berada di area pasar Indralaya ini mencatat data tokoh sejarah Raden Kuning binti Pangeran Sekar Seda Lepan bin Raden Hasan (Raden Fatah); Siti Badriah binti Pangeran Ogan Komering; dan Ratu Ayu Aliyah binti Adipati Sukabumi.

Menurut Dr. Muhamad Idris hubungan Jawa-Sumatera erat terjadi sejak masa Sriwijaya dan masa Majapahit, kelak keturunan raja Majapahit kembali ke tanah asli leluhurnya di Palembang untuk meneruskan tradisi kekuasaan leluhurnya Raden Fatah.

Senada dengan itu dikatakan Richard Saputra dan Ridwan menyatakan bersamaan bahwa kegiatan studi lapangan ini sangat berguna dalam menemukan benang merah sejarah Sumatera Selatan yang putus antara periode klasik Hindu-Buddha dengan periode klasik Islam pada abad 16 Masehi.

“Informasi sejarah tersebut tersimpan dalam sejarah lisan dan spasial yang tersimpan di lapangan sehingga perlu penelitian lapangan guna mengungkap dan mengangkat data kesejarahan tersebut. Peran Pusat Kajian Sriwijaya UPGRIP sangat penting melalui kajian-kajian sejarah dan budaya guna menemukan simpul sejarah yang terputus untuk membangun kesadaran kesejarahan masyarakat Sumsel dan Indonesia. Kajian-kajian yang dipublikasikan melalui media dan jurnal dapat dimanfaatkan masyarakat luas dalam dunia pendidikan dan kebudayaan,” pungkasnya.

Anda mungkin juga suka...

Artikel Populer